Teguran Allah kepada Rasulullah dalam Al-Quran
Allah menegur dan membimbing Nabi-Nya dalam Al-Qur’an. Namun, teguran ini bukanlah bentuk celaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, melainkan bentuk bimbingan dan kasih sayang dari Allah Rabb semesta Allah kepada hamba dan utusan-Nya yang mulia.
Teguran yang Allah berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukan bahwa beliau adalah hamba Allah, manusia biasa. Akan tetapi, beliau merupakan manusia yang khusus (istimewa). Sehingga ketika ada kesalahan yang beliau lakukan, Allah langsung membimbing Rasulullah melalui ayat Al-Qur’an.
Lalu, apa saja teguran yang Allah berikan kepada Rasulullah yang terdapat dalam Al-Qur’an?
Surah Abasa
Allah menegur Rasulullah dalam surah Abasa ketika seorang sahabat tunanetra yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta petunjuk. Akan tetapi, beliau berpaling dan memilih untuk membersamai pembesar Quraisy yang beliau harapkan keislamannya. Allah Ta’ala berfirman,
عَبَسَ وَتَوَلّٰىٓۙ وَمَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّهٗ يَزَّكّٰىٓۙ اَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرٰىۗ اَمَّا مَنِ اسْتَغْنٰىۙ فَاَنْتَ لَهٗ تَصَدّٰىۗ وَمَا عَلَيْكَ اَلَّا يَزَّكّٰىۗ وَاَمَّا مَنْ جَاۤءَكَ يَسْعٰىۙ وَهُوَ يَخْشٰىۙ فَاَنْتَ عَنْهُ تَلَهّٰىۚ
“Dia (Nabi) berwajah masam dan berpaling karena seorang tunanetra datang kepadanya. Tahukah engkau boleh jadi dia ingin menyucikan dirinya atau dia ingin mendapatkan pengajaran hingga mendapatkan manfaat baginya. Adapun orang yang kaya (pembesar Quraisy), engkau memberi perhatian kepadanya. Padahal, tidak ada cela atasmu kalau dia tidak menyucikan diri. Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera, sedangkan ia takut (kepada Allah), malah engkau abaikan.” (QS. Abasa: 1-10)
Surah Al-Anfal
Allah juga menegur Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dalam surah Al-Anfal ayat 67 yang turun ketika perang Badar. Allah Ta’ala berfirman,
مَا كَانَ لِنَبِىٍّ أَن يَكُونَ لَهُۥٓ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِى ٱلْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ ٱلدُّنْيَا وَٱللَّهُ يُرِيدُ ٱلْءَاخِرَةَ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ لَّوْلَا كِتَٰبٌ مِّنَ ٱللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَآ أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.” (QS. Al-Anfal: 67-68)
Ketika itu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat hendak menawan kaum musyrikin yang kalah dalam peperangan untuk dimintai tebusan. Akan tetapi, Umar bin Al-Khattab tidak setuju dan menyarankan untuk membunuh mereka. Allah pun menegur Rasulullah dan para sahabat dengan menurunkan ayat ini.
Hal ini dikarenakan tidak pantas bagi seseorang yang berusaha meredupkan cahaya Allah di muka bumi dan bersikeras untuk melenyapkan hamba-hamba Allah yang bertauhid di bumi ini malah dibiarkan hidup demi mendapatkan tebusan berupa harta. Oleh karena itu, Allah pun menegur Rasulullah dengan surah ini.
Surah Al-Kahfi
Rasulullah juga diingatkan oleh Allah Ta’ala ketika lupa mengucapkan insya Allah pada surah Al-Kahfi. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقُوْلَنَّ لِشَا۟يْءٍ اِنِّيْ فَاعِلٌ ذٰلِكَ غَدًاۙ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُۖ
“Janganlah engkau mengatakan akan melakukan sesuatu besok kecuali dengan mengatakan insya Allah.” (QS. Al-Kahfi: 23-24)
Ayat ini turun ketika beberapa orang Quraisy bertanya kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tentang kisah Ashabul Kahfi dan kisah tentang Zulkarnain. Rasulullah ketika itu menjawab, “Saya akan melakukannya besok.” Tanpa menggunakan kalimat Insya Allah. Oleh karena itu, Allah ingatkan Rasul-Nya dalam ayat ini agar mengatakan Insya Allah. Hal tersebut dikarenakan manusia tidak tahu tentang masa depan sehingga sepatutnya mengucapkan Insya Allah (Jika Allah berkehendak) ketika akan melakukan sesuatu di masa yang akan datang.
Baca juga: “Al-Qur’an Journaling”
Surah At-Tahrim
Dalam surah At-Tahrim juga terdapat teguran Allah kepada Rasulullah berkaitan pengharaman Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam terhadap apa yang Allah halalkan. Allah Ta’ala berfirman,
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Wahai Nabi, mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu? Engkau bermaksud menyenangkan istri-istrimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Tahrim: 1)
Hal ini terjadi ketika Rasulullah mengharamkan baginya hamba sahaya wanitanya yang bernama Mariyah, juga untuk tidak meminum madu di tempat Zainab binti Jahsy. Hal tersebut beliau lakukan untuk menyenangkan dua dari istri-istri beliau, yaitu Aisyah dan Hafshah radhiyallahu ‘anhuma. Akan tetapi, Allah tegur Rasul-Nya dengan turunnya surah At-Tahrim.
Surah At-Taubah
Rasulullah juga menerima teguran dari Allah di dalam surah At-Taubah karena memberi izin kaum munafik untuk tidak ikut berjihad. Allah Ta’ala berfirman,
عَفَا اللّٰهُ عَنْكَۚ لِمَ اَذِنْتَ لَهُمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا وَتَعْلَمَ الْكٰذِبِيْنَ
“Allah telah memaafkanmu (Nabi Muhammad). Mengapa engkau mengizinkan mereka (tidak berperang) sehingga jelas bagimu mana orang-orang yang benar dan orang orang yang berdusta.” (QS. At-Taubah: 43)
Ayat ini turun ketika orang-orang munafik beralasan untuk mencari cara agar tidak ikut berjihad ke medan perang. Rasulullah memberikan izin kepada mereka ketika itu sehingga Allah menegur Rasulullah dengan ayat ini. Hal tersebut dikarenakan jihad merupakan amalan yang sangat penting dan medekatkan diri kepada Allah. Maka dari itu, orang yang mencari-cari alasan untuk tidak ikut berjihad tidak mungkin merupakan orang yang beriman.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah Ta’ala,
لَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ اَنْ يُّجَاهِدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌۢ بِالْمُتَّقِيْنَ
“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidaklah akan meminta izin kepadamu untuk tidak berjihad dengan harta dan jiwa mereka. Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah: 44)
Itulah beberapa teguran Allah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Dari teguran tersebut kita bisa pelajari besarnya kasih sayang Allah kepada Nabi-Nya sehingga Allah senantiasa menjaga Rasulullah dari kesalahan. Selain itu, hal tersebut merupakan bukti bahwa Al-Qur’an bukan tulisan Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam.
Mengapa teguran Allah ini bisa menjadikan bukti bahwa Al-Qur’an tidak mungkin merupakan tulisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Alasannya:
Pertama: Tentunya menegur dirinya sendiri yang salah adalah suatu hal yang tidak lazim dalam karya buatan manusia, terlebih lagi dari seorang yang mengaku-ngaku sebagai Nabi.
Kedua: Teguran yang ada dalam Al-Qur’an yang diabadikan hingga sekarang sejak 1400 tahun lalu menunjukkan sifat kenabian yang jujur dan amanah. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menyampaikan isi Al-Qur’an seluruhnya walaupun di dalamnya terdapat teguran pada diri Rasulullah pribadi.
Ketiga: Jika Al-Qur’an bukan kitab suci yang Allah turunkan dan Allah janjikan penjagaannya, bisa jadi ayat-ayat teguran ini ada yang menghapus demi menjaga sempurnanya sosok Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi, ayat yang berisi teguran tersebut masih ada hingga sekarang dan dihafalkan oleh jutaan kaum muslimin.
Wallahu Ta’ala a’lam.
Baca juga: Warna Pakaian yang Paling Disukai Rasulullah
***
Penulis: Firdian Ikhwansyah
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
Taisir Karimir Rahman, karya Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
Artikel asli: https://muslim.or.id/108219-teguran-allah-kepada-rasulullah-dalam-al-quran.html